Rabu, 31 Maret 2010
MEMBUT BRIKET
A. Peralatan yang digunakan pada praktikum ini adalah
1. Timbangan.
2. Wadah.
3. Alat pengempa briket secara manual.
B. Bahan yang digunakan pada praktikum adalah
1. Arang sekam.
2. Serbuk gergaji.
3. Sekam.
4. Lem (1 liter air + 75 gram tapioka).
II. PROSEDUR
1. Timbang lem seberat 100 gram kemudian campurkan kedalam masing-masing wadah yang berisi bahan yang akan dibuat briket (sekam, arang sekam, serbuk gergaji), yang sebelumnya telah ditimbang beratnya masing-masing 100 gram. Pada kondisi-kondisi tertentu, berat lem bisa ditambah atau dikurangi sesuai kebutuhan. Kemudian aduk hingga merata.
2. Campuran bahan dengan lem dibagi menjadi enam bagian dengan berat yang sama lalu dibuat menjadi tiga buah briket dengan tekanan tinggi dan tiga buah briket dengan tekanan rendah.
3. Dalam proses pengempaan briket, diberikan dua perlakuan yang berbeda, yaitu tekanan tinggi dan tekanan rendah. Dari hasil pengempaan akan dihasilkan briket basah dengan tekanan tinggi dan briket basah dengan tekanan rendah.
4. Keringkan briket basah tersebut selama seminggu, untuk mempercepat pengeringan bisa disimpan dalam ruang pengering.
5. Setelah seminggu, kemudian ambil 2 buah sampel pada masing-masing bahan untuk uji perfoma pembakaran (1 tekanan tinggi, 1 tekanan rendah), timbang beratnya, hasil yang didapat sebagai data berat kering briket.
6. Ukur kadar air pada masing-masing bahan, gunakan sisa briket yang tidak digunakan sebagai sampel.
7. Lakukan uji performasi pembakaran pada masing-masing sampel dengan mencatat hal-hal berikut :
a.Laju pembakaran (gr/mnt).
b.Mudah terbakar atau tidak.
c.Asap.
d.Aroma (bau).
Senin, 29 Maret 2010
SISTEM PENGERINGAN TEH HITAM ORTHODOX DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA VIII KEBUN PANGLEJAR, BANDUNG, JAWA BARAT
Metoda yang digunakan untuk menganalisis sistem pengeringan tersebut adalah dengan menggunakan formula-formula perhitungan. Data-data yang diperlukan dalam penggunaan formula tersebut berasal dari hasil praktek lapangan di PTPN VIII kebun Panglejar.
Proses pengeringan pada proses pengolahan teh hitam di PTPN VIII kebun Panglejar menggunakan mesin Two Stage Dryer (TSD) atau yang lebih dikenal dengan nama Endless Chain Pressure (ECP). Prinsip kerja mesin pengering tipe TSD adalah dengan menggunakan trays (rantai) yang bergerak berlawanan dengan aliran udara panas dari Heat Exchanger (HE). Energi yang digunakan oleh mesin TSD berasal dari bahan bakar padat (kayu bakar dan cangkang sawit).
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengeringan adalah suhu masuk dan keluar, kecepatan tryas (kecepatan pengeringan), ketebalan bubuk yang dikeringkan. Temperatur inlet yang optimal untuk pengeringan dengan TSD adalah sebesar 100C. Temperatur outlet yang dipergunakan harus dipertahankan pada tingkat 45C. Temperatur inlet yang optimal diperlukan waktu pengeringan normal 22 menit. Efisiensi pemanasan udara pada TSD adalah 26.79% dan efisiensi total pada TSD adalah 7.573% dengan kapasitas TSD sebesar 170.824 kg teh kering/jam.
Menurut Sucipto (1989) mendapatkan nilai efisiensi pemanasan teh hitam dengan pengeringan tipe FBD sebesar 63.14% untuk suhu udara masuk 110.5oC dan Zuwirman (1996) mendapatkan nilai efisiensi pengeringan total teh hitam dengan sistem ECP sebesar 70.59% untuk suhu udara masuk 95oC.
Dapat dilihat perbedaan efisiensi sangat besar. Hal ini terjadi karena pemakaian bahan bakar padat yang boros. Untuk mencegah hal tersebut, maka harus diteliti laju konsumsi bahan bakar yang optimal agar energi panas yag dihasilkan tidak begitu besar, mempertahankan suhu inlet pada kondisi optimal yaitu kondisi dimana udara dalam keadaan tidak jenuh dan juga didukung dengan perawatan mesin secara berkala agar mesin selalu dalam kondisi baik.
Selasa, 16 Maret 2010
USULAN PENELITIAN
PENGARUH PENGERINGAN DAN PENYIMPANAN TERHADAP MUTU MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha Curcas L.)
PENDAHULUAN
Menurut Hasnam dan Mahmud (2006) di dalam Bustaman (2007) bahwa keunggulan jarak pagar sebagai sumber potensial bahan bakar nabati adalah (1) Relatif sudah dibudidayakan oleh petani kecil, (2) Pemanfaatan biji atau minyak jarak pagar dapat tidak berkompetisi dengan penggunaan lain seperti CPO dengan minyak makan atau industri oleokimia, sehingga harganya diharapkan stabil, dan (3) Proses pengolahan minyak jarak kasar (Crude Jathropha Curcas Oil) untuk kebutuhan rumah tangga pengganti minyak tanah dan untuk pembakaran tungku atau boiler sangat sederhana sehingga dapat dimanfaatkan sampai pelosok daerah terpencil. Kelebihan lainnya dari jarak pagar menurut Kemala (2006) di dalam Bustaman (2007) yaitu: (1) Berperan sebagai penyangga ekonomi rakyat dan (2) Mempunyai rendemen cukup tinggi 15 – 35 % CJCO.
Dalam karakteristik pengeringkan biji jarak pagar perlu dipelajari hubungan antara kadar air, laju pengeringan, dan waktu pengeringan yang cocok pada semua parameter dengan menggunakan model yang logaritmik. Dalam pengolahan biji jarak untuk menghasilkan minyak, perlu dilakukan pegeringan untuk menghasilkan kualitas minyak yang baik. Menurut Sirisomboon et al., (2007) pengeringan biji jarak dengan menggunakan suhu 80oC memberikan hasil minyak paling banyak tetapi FFAnya paling tinggi, sedangkan pengeringan pada suhu 40oC memberikan hasil minyak paling sedikit tetapi FFAnya paling sedikit. Menurut Sirisomboon dan Kitchaiya (2009) bahwa hubungan kadar air, rasio kelembaban, dan tingkat pengeringan dengan waktu pengeringan yang mengikuti model logaritmik.
Dengan adanya pengeringan biji jarak pagar, akan dapat dilihat hubungan antara kadar air biji jarak pagar terhadap hasil minyak pada saat diekstrak. Karena pengeringan merupakan salah satu pengolahan biji jarak pagar yang sangat penting, maka diperlukan metode pengeringan dan penyimpanan yang baik agar mendapatkan hasil minyak yang banyak dengan FFA yang rendah.
Tujuan dari penelitian ini adalah
1. Mempelajari pengaruh kondisi pengeringan dan penyimpanan terhadap mutu minyak biji jarak.
2. Mencari kondisi pengeringan yang tepat untuk biji jarak pagar.